Bantul menyimpan pesona budaya yang kaya dan memikat. Dikenal dengan keindahan alamnya, kultur yang mendalam, serta masyarakat yang ramah dan hangat, Bantul menjadi destinasi unggulan bagi para wisatawan yang ingin merasakan pengalaman spiritual dan budaya yang autentik. Kali ini, kita akan mengupas beberapa ritual dan acara budaya khas yang masih dilestarikan dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat Bantul.
Upacara adat dan tradisi seni budaya dalam masyarakat Bantul sangatlah beragam dan beraneka ragam. Beberapa acara adat bersifat tahunan, sementara yang lainnya digelar setiap dua tahun atau bahkan dalam jangka waktu tiga bulan sekali, terkait dengan masa tanam dan panen padi.
Hampir setiap acara seni budaya tradisional yang diadakan memiliki keterkaitan erat dengan hasil karya produk kriya, baik itu sebagai atribut busana, alat musik, atribut seni tari, dan lainnya. Selain itu, beberapa upacara tradisi juga dipengaruhi oleh nilai-nilai kepercayaan dan memiliki unsur keagamaan yang kuat.
Rebo Pungkasan
Upacara ini diadakan pada hari Rabu terakhir di bulan Sapar dan dipusatkan di depan masjid. Tujuannya adalah sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan dan mengenang Kyai Faqih Usman, seorang tokoh penting di desa tersebut yang memiliki kelebihan dalam menyembuhkan penyakit dan memberikan berkah.
Ada dua versi mitos tentang upacara ini, tetapi keduanya berfokus pada kemampuan kyai dalam menyembuhkan dan memberikan berkah. Upacara ini menjadi populer karena air ajimat yang dipercaya memiliki kekuatan penyembuhan dan dikeramatkan di Kali Opak dan Kali Gajahwong.
Wiwitan
Wiwitan merupakan tradisi hampir punah dan sudah jarang ditemukan karena perkembangan zaman. Upacara Wiwitan adalah bentuk syukur masyarakat petani kepada Tuhan Yang Maha Pemurah atas rezeki yang diberikan, dan biasanya diselenggarakan sebelum masa panen, terutama untuk tanaman yang ditanam dalam jumlah besar seperti padi, jagung, dan tembakau.
Dulu, upacara wiwitan diisi dengan iring-iringan warga petani membawa gunungan berisi padi kering, buah-buahan, sayur, serta ingkung ayam dan sego gurih. Para petani dengan hati-hati memotong padi menggunakan alat tradisional seperti ani-ani. Namun, kini upacara ini sudah jarang terlihat. Namun, di Pandak, Bantul, upacara Wiwitan masih dipertahankan agar generasi muda turut serta dalam menjaga kelestarian alam melalui pertanian rakyat.
Upacara Wiwitan merupakan warisan nenek moyang dengan filosofi kearifan lokal yang mengajarkan keharmonisan warga dengan alam dan sang khalik. Butir nasi yang kita makan adalah hasil jerih payah para petani, dan upacara ini diharapkan dapat menginspirasi generasi muda untuk turut serta dalam menjaga kelestarian alam melalui pertanian rakyat. Dengan dukungan masyarakat, upacara Wiwitan dapat terus dijaga agar tidak punah dan menjadi bagian penting dari tradisi petani yang bernilai budaya dan spiritual.
Rasulan
Upacara adat Rasulan atau bersih dusun memiliki tujuan untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada Tuhan yang maha Esa atas hasil panen yang melimpah selama satu tahun. Masyarakat dusun cengkehan berharap agar panen di masa depan lebih baik dan terhindar dari godaan yang bisa merugikan panen mereka. Upacara ini dilaksanakan setelah bulan purnama, biasanya pada hari legi atau wage menurut kalender Jawa, di masjid Giriloyo, Imogiri.
Meskipun berbasis Islami, upacara ini tetap memiliki unsur-unsur sesaji seperti nasi ambeng, nasi tumpeng, nasi gurih/wuduk, ingkung, jadah, tumpak, gula jawa, pisang raja, kembang, boreh, dan jajan pasar. Perlengkapan ini memiliki makna simbolis, misalnya nasi ambeng melambangkan permohonan pengampunan untuk arwah leluhur, nasi tumpeng melambangkan harapan kepada Tuhan, dan ingkung melambangkan kesucian dan kepasrahan pada Tuhan. Sebelum puncak acara, ada kegiatan seperti slawatan, rodat, dan maulut yang memadukan seni dan keagamaan.
Prosesi upacara dimulai dengan kegiatan kesenian seperti slawatan, rodat, dan maulut, yang mencakup nyanyian pujian terhadap Tuhan dan Nabi Muhammad. Penari dalam kesenian ini disebut ledek dan tampil di tempat-tempat yang berbeda. Maulut dianggap sebagai bagian sakral karena berisi puji-pujian yang mengagungkan nama Allah dan Nabi Muhammad. Pada pagi harinya, diadakan kenduri dengan besekan dan minuman dawet, yang diikuti oleh doa-doa dan pembagian makanan kepada warga setempat serta fakir miskin.